Minggu, 08 Februari 2015

Proposal Doa di Baitullah

Semua orang tahu bahwa berdoa di depan Baitullah itu sangat mustajab. Selain keterangan dari Al Quran dan hadist, banyak penelitian ilmiah yang memperkuat argumen mustajabnya doa di depan tumpukan batu tua ajaib ini.

Oleh karena itu sangat sayang jika momentum umroh di Baitullah ini tak saya gunakan untuk menyampaikan harapan kepada Allah.

Saya pribadi meyakini penyampaian doa atau harapan di Baitullah ini akan lebih cepat sampainya kepada Pengambil Kebijakan Alam Semesta. Masalah dikabulkan atau tidak, tentu saja itu bukan urusan kita. Itu urusan Allah, karena hanya Allahlah yang mampu mempertimbangkan aneka faktor yang maharumit agar doa yang dipanjatkan itu dapat membuahkan kebaikan untuk kita, untuk manusia yang lain dan untuk masa depan semesta raya. Tapi logikanya, makin cepat sampaikan akan makin cepat di "periksa". Dan kalau sudah diperiksa, maka proses selanjutnya tinggal menunggu saja kapan doa nya akan dikabulkan.

Saya juga meyakini ada cara agar propsal doa yang telah sampai itu lebih mendapatkan perhatian, lebih cepat "diperiksa" dan lebih cepat "diputuskan" oleh Allah. Salah satunya adalah kontent proposal harus spesifik dan detail. Oleh karena itu jika kita ingin meminta tambahan rezeki rasanya terlalu umum jika panjatan doanya hanya seperti ini: Ya Allah berikanlah tambahan rezeki kepada kami.
Doa seperti ini menurut saya kurang spesifik. Mestinya kita sebutkan rezeki berupua apa, ilmu? Kesehatan? Sahabat yang baik? Atau Uang? Kalau uang berapa jumlahnya, kapan dan untuk apa.

Tekhnik berdoa secara detail seperti ini sudah saya buktikan beberapa kali kemanjurannya. Termasuklah saat meminta tambahan kekurangan dana untuk berangkat umroh yang ternyata Allah ijabah sehari sebelum keberangkatan dengan jumlah yang hampir pas. Hampir itu bukan lebih kecil tapi justru lebuh besar. Alhamdulillah.

Nah, saat pertama kali melihat Baitullah saya belum mampu memanjatkan doa. Siapa sih yang tak mau berdoa agar rezeki bertambah, diberikan ilmu yang bermanfaat, keluarga yang bahagia? Iya saya sendiri pastilah akan memanjatkan doa semacam itu di spot yang mustajab ini. Tapi di awal-awal tiba di hadapan ka'bah saya merasa belum tergerak untuk menyampaikan proposal. Seharian kerjaan saya hanya memandang tumpukan batu berkiswah itu, lalu mereka-reka kira-kira apa tujuan Allah menyuruh Ibrahim dan ismail membangunnya dan menyuruh Rasulullah untuk merebut dan menajaganya.

Hari kedua dorongan untuk mengajukan doa mulai muncul tapi saya belum sanggup menyampaikannya. Tapi sayang juga jika tak menyampaikan doa ya? Tapi doa apa. Rasanya saat ini saya belum pantas ngomongin masalah pribadi kepada Allah. Picik benar rasanya. Setelah terombang ambing dengan keraguan akhirnya sayapun memutuskan untuk mendoakan semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan dan pemeliharaan Rumah Allah itu sejauh yang saya ketahui.
Setiap individu yang saya tau dan saya ingat saya sampaikan doa agar dilimpahkan kedamaian dan kesejahteraan dengan terlebih dahulu melaksanakan shalat hajat. Syukurnya saya tak terlalu banyak mengenal person-person yang terlibat dalam pembangunan ka'bah ini. Kalau tau semua wah bisa tepar juga jadinya, hahaa.

Setelah itu lanjut mendoakan para syuhada yang telah berkorban untuk mengembalikan ka'bah sebagai simbol risalah tauhid, lalu mendoakan mereka yang telah pernah menginjakan kakinya di ka'bah, serta mendoakan mereka yang saat ini hadir.

Setelah selesai, ternyata saya belum berani juga menyampaikan proposal pribadi kepada Allah. Wah kacau nih, sayang juga kalau ga berdoa. Banyak nih yang mau saya panjatkan.

Yaa Allah pantaskan diriku untuk menyampaikan hajatku, ucap saya dalam hati.

Lama menunggu belum juga ada rasa percaya diri untuk menyampaikan hajat pribadi. Waduh kok jadi rumit begini sih?

Entahlah saya juga ga tau. Saya merasa malu aja saja sama banyak pihak yang telah berjuang untuk Ka'bah walau memilih hidup tetap sengsara. Lalu ketika situasi sudah aman damai, tiba-tiba kita datang dan menuntut berbagai macam kepentingan pribadi kepada Allah via Ka'bah. Lihatlah Ibrahiim sang aarsitek Baitullah. Beliau itu memilih kembali ke Palestina yang beribu kilometer jaraknya dari Mekkah dan kemudian meninggal disana tanpa pernah merasakan manfaat duniawi dari keberadaan Ka'bah yang ia bangun dan kini menjadi pusat aktivitas spritual terbesar di dunia.

Akhirnya sayapun menunda penyampaian proposal pribadi itu. Saya lebih memilih untuk menyampaikan proposal doa yang dituliskan dan dititipkan belasan kawan sebelum berangkat umroh. Satu-satu kertas berisi doa itu saya buka lalu saya baca isinya berhadapan dengan Hajar Aswad. Saya panjatan doa setiap sahabat kepada Allah. Seikat kertas berisi proposal doa dari belasan sahabat itu akhirnya selesai saya sampaikan kepada Allah.  Saya sangat yakin bahwa proposal itu telah sampai dengan baik di Meja Ilahi Robbi. Masalah terkabul atau tidak tentu itu bukan otoritas saya. Tugas saya hanya menyampaikan saja.

Nah, sekarang agak lega rasanya. Kayaknya sudah agak enakan untuk menyampaikan proposal pribadi. Tapi proposal apa yah.

Jujur saya memang perlu bayak uang untuk berbagai keperluan, ya untuk bayar utang, memenuhi keperluan keluarga, membeli beberapa barang, dsb.

Tapi masak sih doa nya sekasar itu. Kok rasanya ga sopan yah.

Tapikan saya ga boleh menyembunyikan adanya keinginan itu? Sudahlah sampaikan saja. Toh ga ada larangan bahkan malah dianjurkan untuk berdoa di depan Baitullah ini.

Oke tapi pasti ada cara yang lebih pantaslah..ayo beni kau pasti bisa menemukan cara yang pantas untuk meminta rezeki kepada Allah di depan Ka'bah ini.

Tiba-tiba 'tuing' muncul ide. Ide tentang redaksional doa yang singkat padat dan spesifik. Behinikah akhirnya bunyi doa itu:

"Yaa Allah tingkatkanlah jumlah infakku 10 kali lipat dari jumlah yang selama ini mampu aku berikan. Amiin Yaa Rabbal Alamin".

Setelah dia itu saya panjatkan, saya diam sejenak. Lega rasanya. Ruang batin saya kini sunyi senyap. Saya memejamkan mata saya menunduk pasrah. Lalu tiba-tiba ada angin sejuk berhembus dari arah belakang saya. Kain sorban panjang yang melilit di leher saya sampai berkibar ringan dibuatnya.

Mungkin inilah pertanda baik akan terijabahnya doa bodohku itu, bisikku dalam hati. Alhamdulillah.

Sayapun menoleh kebelakang secara perlahan. Ternyata tak ada siapapun. Yang ada hanya kipas angin Masjidil Haram!

Ka'bah, 8 Februari 2015

Tidak ada komentar: