Malam kedua di Masjid Nabawi, belum muncul juga dorongan untuk menulis. Padahal banyak hal menarik yang dapat disajikan. Mungkin gara-gara berhenti merokok nih, batin saya mulai mencari kambing hitam.
Iya sebelum berangkat unroh saya sudah berjanji untuk menghentikan kebiasaan merokok. Dan saya meyakini bahwa umroh kali ini adalah entrypointnya untuk berhenti merokok. Pokoknya akan menjadi moment strategis, tonggak bersejarah, hari kemerdekaan, bla bla bla...
Tekad saya sudah bulat. Atau yang lebih tepat hampir bulat. Prakondisinya juga sudah saya lakukan pada saat masih di Pontianak. Mulai dari membaca artikel-artikel yang membahas bahaya merokok, membaca fatwa-fatwa ulama yang mengharamkan rokok, ngobrol dengan sahabat-sahabat yang tak suka asap rokok, hingga meminta doa kepada kawan-kawan supaya bisa berhenti merokok. Nah sebagai bukti kebulatan tekad itu, sayapun melakukan langkah ekstrem yang tak sama sekali tak pernah saya lakukan, saya membuang rokok yang saya bawa berikut dengan korek api nya pada saat perjalanan dari madinah menuju mekkah. Dengan membuang itu, rasanya semakin bulatlah tekad saya untuk berhenti merokok.
Dan alhamdulillah selama dua hari di Madinah saya betul-betul tak menghisap sebatang rokokpun. Balak dak ? Bungben gitu lhi!
Nah, tapi belakangan munculah masalah. Selama dua hari di Madinah ruang akal saya dipenuhi dengan ide-ide yang harus dituangakan dalam tulisan. "Saya harus menulis nih. Sudah terlalu penuh ide di kepala. Harus segera dikeluarkan!", batin saya.
Sayapun membuka hp menekannaplikasi note dalam android jadul saya lalu mulai untuk menyusun kata-kata. Saya menerawang mencoba menangkap aneka ide yang berseliweran. Mau nulis yang mana dulu yah? Banyak yang keren soalnya.
Hingga beberapa belas menit note di hp ternyata masih blank. Tak ada satu katapun yang bisa saya ketikan.
Mulailah hasutan setan datang menghampiri. "Andaikan ada rokok mungkin saya akan lebih lincah menangkap ide yang berseliweran itu", begitu preambule setan yang masuk dalam otak saya.
Tapi batin saya juga melarang. "Hoi, kau kan sudah komitment untuk berhenti merokok. Jangan plin planlah!", ujar batin saya.
"Tapi ini banyak ide yang menarik untuk diabadikan dalam tulisan. Ga apa kali ya merokok sebatang dua batang demi sebuah artikel. Kan hanya untuk menulis artikel saja.habis itu berhenti lagi", begitu hasut suara setan mencoba berdialektika.
"Hai sudahlah. Kalau sudah janji ga merokok itu pegang erat lah.Lagian rokok dan korek api sdh tak ada, jadi ga mungkin bisa merokok lagi", jawab batin baik saya.
"Ya udah berarti ga bakalan bisa nulis. Ga sayang kah dengan ide-ide menarik yang kau amati di Masjid Nabawi ini? Kan sayang kalau ga di tulis? Kapan lagi, kalau sudah sampai di pontianak kau pasti tak punya waktu untuk menulis. Maka lenyaplah hasil pengamatanmu selama di Nabawi. Sayang bro, ini moment ga bakalan terulang," begitu sahut sang setan mulai memprovokasi.
"Iya juga yah...sayang nih moment.ga bakalan terulang", Saya mulai melakukan pembenaran.
"Oke deh demi menulis, bolehlah membakar rokok barang sebatang dua batang", saya mulai menyerah dengan suara-suara provokatif itu.
Saya mulai terhasut. Dan mulai memikirkan untuk merokok. Tapi rasanya ga mungkin karena sudah ga punya rokok. Terlebih di Madinah tak ada satupun toko yang menjual rokok.
Tiba-tiba saya ingat bahwa saya ada menyimpan sebungkus rokok dikoper besar. Maksudnya untuk jaga-jaga kalau hasrat untuk merokok tak bisa ditahan lagi.
Lho, masih ada toh rokoknya
"Iya, masih ada"!, jawab saya lesu.
"Wah dasar ga niat mau berenti merokok kamu ini. Ngapain bawa cadangan segala. Kalau niatnya beneran mestinya dibuang semua", begitu protes batin baik saya.
Terjadilah perang batin yang dahsyat sedahsyat perang bharatayudha. pergolakan bathin yang mengangkat tema "ngerokok ga ya...ngerokok gak ya".
Tapi kayaknya asik juga nongkrong di depan masjid nabawi sambil menghisap rokok ya. Merenung dan menikmati angin yang berlalu lalang bersamaan dengan para penziarah yang tak berhenti hilir mudik. Ah sebuah suasana yang entah kapan akan saya nikmati lagi. Saya tatap masjid Nabwi yang benderang. Payung raksasa yang berjejer rapi. Cahaya keemasan yang menghiasi dinding penuh ornamen. Serta sinar bulan yang hampir bulat pula di sisi Timur. Wah Indah betul. Andau asa sebatang rokok tentu akan saya lukiskan indahnya malam ini.
Saya lihat hp saya. Masih kosong. Lulu munculah dorongan, Kayaknya harus merokok nih...bisik batin saya.
Saya mulai mencuekan teriakan suara batun saya yang mencegah saya untuk merokok. Saya tak peduli. Saya masuk ke hotel, lalu naik lift, menekan tombol 1204, keluar, mencari koper, lalu merogoh kantong tempat saya menyembunyikan rokok cadangan sialan itu lalu turun kembali, mencari spot menulis lalu menyulut rokok itu sedikit tergesa, mengepulkan asapnya sambil melirik temaram bangunan indah Masjid Nabawi.
Saya gagal lagi untuk putus hubungan dengan asap rokok hari itu.
Beni s, Madinah, 5 februari 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar